Kalo boleh jujur ni ya, dari sekian jurusan, maksudnya divisi yang ada di GITAPALA, naik hutan masuk gunung (kewalik om) adalah kegiatan yang paling aku banget. Tapi kalo boleh jujur lagi, jam gunung ku bisa dihitung jari, sangat tidak bisa dibandingkan dengan teman-teman yang feelnya sangat “agung” alias “anak gunung”.
Tapi entah kenapa menjadi sering aku ditanya semacam ini, “tingginya (gunung) berapa?” atau “berapa jam perjalanan sampai puncak?”, atau juga “gimana summit attacknya?”. Tidak ada yang aneh kan dengan pertanyaan itu. Ekspektasi orang yang lihat aku naik gunung ya muncak. Sudah jauh jauh, nggak muncak kan sayang banget. Tapi, tidak ada angin tidak ada hujan, tibalah hari itu, saat aku ditampar untuk menyadari sesuatu.
Masih hari di tahun 2014, aku menjadi mulai jenuh. Hampir 9 bulan men aku nggak muncak. Katanya agung? Jangan-jangan cuma ngaku-ngaku saja? Sebenarnya sih sempat naik (dan turun lah), tapi cuma bermain-main di lereng aja. Menurut kalian nggak masuk hitungan kan? Intinya nggak muncak. Akhirnya tekad menuju puncak kubulatkan di bulan juni tahun ini. Tujuannya ke gunung yang bagi sebagian orang masih asing (kenalan lah)! Argopuro.
Gila keren sumpah. Kalian tahu apa yang membuat keren? Perjalanannya. Kenapa keren? Panjang coy. Kenapa panjang? Karena yang dilewati adalah kawasan pegunungan (bukan gunung single) yang harus naik turun berkali-kali untuk sampe puncak tertinggi. Kok bisa? Jawab sendiri sana lah. Yang namanya puncak Argopuro aja baru bisa dilihat bentuknya setelah jalan 3 hari dari basecamp. Kalau ditotal, kami membutuhkan waktu 5 hari perjalanan dari basecamp sampai turun basecamp lagi. Dan kalian tahu berapa waktu yang kuhabiskan di puncak? di tempat yang kutunggu-tunggu setelah 9 bulan diam? tempat yang menjadi tekad bulat tujuanku untuk perjalanan ini? Hanya 30 menit. Otomatis 4 hari 23 jam 30 menit sisanya jatuh di jalan kan. Tapi, aku bahagia-bahagia aja. Nggak nyesel. Kenapa? Nanti kuberi tahu.
Banyak orang naik gunung memang karena ingin menuju puncaknya. Peduli amat selama di jalan, mau capek, sakit, lunglai, lesu, lanjut terus. Malu juga sama kawan lain yang bisa sampai puncak, masa diri sendiri nggak. Kadang memang rasa malu kepada yang lain menjadi modus sebagian orang dalam naik gunung. Kita jadi malu saat dikira tidak bisa mengalahkan diri sendiri gara-gara berhenti di tengah jalan. Akhirnya selalu puncaknya gunung yang akan menjadi tujuan.
“Ya Puncak orang itu kan beda-beda”. Argopuro lah yang membuatku mulai mau untuk memahami kata-kata ini. Sebenarnya apa yang dicari di puncaknya gunung? mungkin sunset? Sunrise? Pemandangan bagus? Berdiri di atas awan? Udah, hentikan angan-angan indahmu itu mbak. Gak ono. Seperti inilah indahnya Argopuro. Cantik sunset, sunrise, awan, serta pemandangan tertutup oleh rindangnya pohon di puncaknya.
- Jadi, cuma ini yang kau dapat setelah 5 hari naik gunung? Oh, jangan sedih. Bahkan keindahan yang kamu maksud itu sudah kami temukan setelah jalan 1 jam perjalanan.
Dari semua hal itu, kami adalah kami, tidak sendiri.
Panjang kan? Ya maksud dari tulisanku ini adalah, kadang kau tidak perlu puncak untuk menemukan apa yang kamu cari. Aku menemukan semua yang indah-indah selama 5 hari itu bahkan di 4 hari 23 jam 30 menit perjalananku. Sunset, sunrise, awan-awanan, pemandangan bagus, teman ngaplo masak tidur sambat, dan hal-hal super keren lain yang bisa kutemukan selain di puncak. Inilah puncakku, sekarang saatnya kau tentukan mana puncakmu!